Borobudur, kabarMagelang__Puluhan elemen Masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB) menggelar aksi di simpang tiga jalan Pramudyawardani depan pintu 1 Taman Wisata Borobudur (TWB), Minggu (2/2/2025). Mereka menilai pengelola TWB dan pemangku kebijakan tidak berpihak terhadap Masyarakat Borobudur sehingga situasi dan kondisi masyarakat kawasan Borobudur saat ini yang banyak menderita dan termiskinkan secara struktural akibat merasakan dampak sosial, ekonomi dan budaya atas kebijakan yang diambil.
Ketua Forum
Masyarakat Borobudur Bangkit Puguh Tri Warsono mengatakan bahwa para pemangku
kepentingan Candi Borobudur sudah mengabaikan situasi dan kondisi atas
lingkungan dan masyarakat sekitarnya, sehingga terjadi dikotomi dalam upaya
pelestarian Candi Borobudur antara Pengelola pada sektor Konservasi dan
Pengelola pada sektor Pariwisata yang terlihat tidak padu dan berakibat
dikorbankannya kepentingan masyarakat.
“Masyarakat yang
hidup di lingkungan kawasan candi Borobudur sebagai pewaris cagar budaya yang
memiliki nilai - nilai historis, sejarah, kultural dan spiritual atas Candi
Borobudur kurang dilibatkan dalam pemanfaatan, pengelolaan, dan pengembangan
Candi Borobudur oleh para Pemangku Kepentingan tersebut,” ungkapnya.
Dia menyebut fakta
aturan pengelolaan Candi Borobudur saat ini yang terlihat merugikan dan
memiskinkan masyarakat diantaranya , pembatasan pengunjung, pemindahan parkir
dan ribuan pedagang Asongan, kebijakan Pengelola Candi Borobudur (PT TWC) yang
menutup pintu 1,2, masih banyak pedagang yang belum menerima haknya di Kampung
Seni Borobudur dan sebagainya.
Oleh karena itu ada 7
tuntutan FMBB yang disampaikan pada aksi tersebut yakni :
1. Pembukaan
penutupan pintu 1, 2 dst Candi Borobudur untuk pengunjung Candi Borobudur agar
perputaran ekonomi di kawasan Ngaran 1, 2 Jl Medang Kamulan, Jl. Badrawati, Jl.
Balaputradewa dan sekitarna hidup kembali.
2. Tidak lakunya
dagangan yang dijual Pedagang Pasar Kujon sehingga menimbulkan; pemiskinan,
konflik antar pedagang, dan problem sosial lainnya memerlukan dukungan Voucer
Pembelanjaan yang di blended/include dengan penjualan Tiket Candi Borobudur.
3. Penolakan
Pembukaan restoran Prana Borobudur di zona 2 yang menjual, makanan, souvenir,
dan oleh-oleh yang mengingkari Kesepakatan Bersama dan menjadikan Pasar Seni
Kujon Sepi dan semakin tidak laku.
4. Pemenuhan hak
pedagang Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) yang sampai saat ini
belum mendapat kios untuk berdagang di Kawasan Candi Borobudur.
5. Pembatasan
pengunjung dengan jumlah diatas 10.000 orang per hari dan menolak pembatasan
pengunjung 1200 orang per hari atau 150 orang perjam/sesi yang menjadikan
Kawasan Borobudur sepi.
6. Mendukung Revisi
Perpres No.88 tahun 2024 tentang Rencana Induk Pariwisata Nasional (RIPDN) dan
Perpres No 101 tahun 2024 tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur.
7. Mendukung
masyarakat lokal untuk berperan aktif sebagai pengelola Candi Borobudur. Sapta
darma ini menjadi solusi jangka pendek, dan menjadi penting agar masyarakat
ikut dilibatkan dalam Pengelolaan, pemanfaatan, pengembangan, serta pelestarian
Candi Borobudur, Dan oleh karena itu diperlukan dukungan dari Kementrian
terkait Kebudayaan, Kementrian terkait BUMN, dan Presiden RI agar Sapta darma
tuntutan yang menjadi Solusi problematika masyarakat Kawasan Borobudur dalam
jangka pendek dapat terpenuhi.
Menanggapi aksi dan
tuntutan dari FMBB tersebut Pgs
Corporate Secretary Group Head PT TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko,
Destantiana Nurina yang dikonfirmasi secara terpisah mengatakan pihaknya
menghargai apa yang disampaikan FMBB kepada pemerintah pusat.
“Kami menghargai apa yang disamapaikan temen-temen FMBB
harapanya juga dapat memberikan dampak yang positif nantinya,” katanya.
Terkait 7 tuntutan yang disampaikan oelh FMBB dia menilai ada
mis komunikasi, pasalnya sebelum aksi dilakukan pihaknya sudah bertemu dan
menyampaikan terhadap perwakilan Masyarakat, bahwa terkait dengan perpres sudah
dijelaskan.
“Bahwa Perpres 101 tahun 2024 ini justru mengedepankan
kepentingan Masyarakat. Media komunikasi, untuk membangun ekosistem Masyarakat itu
tercantum di dalam Perpers dan di lampiranya bagaimana kita berkolaborasi
dengan Pemdes, Pemda semua diatur,” terang Destiana.
Kermudian pembatasan pengunjung, lanjutnya hal tersebut diatur
di Permenko. Jadi ini mungkin ini salah penafsiran atas Perpres 101.
“Selebihnya terkait pedagang SKMB kemarin diberikan di KSB tetapi belum sesuai dengan harapan mereka. Ini akan terus kami komunikasikan dengan SKMB untuk memperoleh deal yang terbaik,” ujar Destiana.(rez).
Tidak ada komentar: