BOGOR – Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB) berhasil membuat kegiatan edukasi yang unik dan kreatif
tentang gizi seimbang dan diversifikasi pangan yang diberi nama “Blusukan
Pangan”. Ide ini berawal dari sekelompok mahasiswa yang cinta akan pertanian
dan pangan lokal nusantara, yaitu Indah Widia Ningsih (Gizi Masyarakat), Abdul
Aziz (Ilmu dan Teknologi Pangan), Crisna Murti (Ilmu Keluarga dan Konsumen),
Prisca Yoko Putri (Agronomi dan Hortikultura), serta Dika Rahmat Saepulloh
(Fisika).
Konsep program diversifikasi
pangan telah dirintis oleh pemerintah sejak era 60-an. Namun, sampai saat ini
belum berhasil sesuai yang diharapkan. Salah satu penyebabnya adalah karena
kesadaran dan preferensi masyarakat untuk mengonsumsi pangan lokal semakin
rendah. Ketergantungan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap beras dan
terigu semakin meningkat, menyebabkan pemerintah terus melakukan kebijakan
impor untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk. Jika hal ini terus
berlangsung, dapat mengancam ketahanan dan kemandirian pangan nasional.
“Blusukan Pangan” merupakan suatu
inovasi metode yang bagus dalam penggalian potensi pangan lokal suatu daerah.
Bahan lokal tersebut selanjutnya dijadikan santapan lezat yang unik dan
dibukukan untuk disebarkan ke berbagai kalangan”, demikian penuturan Bu Ninuk selaku
dosen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyakat Institut Pertanian Bogor (IPB).
“Blusukan Pangan” sebagai Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian
Masyarakat (PKM-M) telah lolos sebagai finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(PIMNAS) ke-29 yang diselenggarakan oleh DIKTI (Direktorat Pendidikan Tinggi), akan
bersaing dengan program dari 145 perguruan tinggi di Indonesia di awal bulan
Agustus ini.
Program dilaksanakan selama dua
bulan (April-Juni) di Desa Giyanti, Magelang, Jawa Tengah. Pemilihan desa
tersebut sebagai percobaan karena Desa Giyanti memiliki karakteristik yang
mendukung penerapan program. Desa Giyanti memiliki potensi sumberdaya pangan
lokal yang cukup beragam dan belum banyak termanfaatkan, antara lain kimpul,
midro (ganyong), suweg, dan lain – lain. Selain itu, masyarakatnya masih memiliki
ingatan yang baik terhadap rasa pangan lokal yang beragam sehingga lebih mudah
untuk dikembalikan preferensinya. Hal ini terjadi karena pada 10 tahun yang
lalu, masyarakatnya masih mengonsumsi pangan pokok lebih dari dua komoditas. Keaktifan
kegiatan ibu - ibu PKK yang tinggi dan terbiasanya memasak sendiri (tidak
membeli instan) semakin membuat Desa Giyanti cocok dijadikan percobaan
penerapan program.
Terdapat beberapa rangkaian
program meliputi grand launching,
penyuluhan pedoman gizi seimbang dan diversifikasi pangan, pendampingan memasak
pangan lokal, penanaman bibit pangan lokal, dan grand closing program. Grand
launching PKM-M Blusukan Pangan telah dilaksanakan pada awal April lalu
(10/4). Acara ini dihadiri oleh Bapak Khusen selaku kepala desa, staf desa, dan
masyarakat (khususnya ibu-ibu rumah tangga) Desa Giyanti. Acara diawali dengan
senam sehat ceria di halaman Balai Desa Giyanti.
Pendampingan memasak pangan lokal
dilaksanakan sebanyak 7x pertemuan.
“Blusukan Pangan” menggunakan alat bantu
berupa buku panduan atau modul yang berjudul “Kembang Krisan” yang
kepanjangannya adalah kreasi masakan ibu-ibu peduli pangan lokal
nusantara. “Dinamakan kembang, salah
satunya karena Magelang dikenal sebagai kota sejuta kembang. Buku Kembang
Krisan sangat unik karena tidak hanya berisi kumpulan resep kreasi pangan
lokal, melainkan juga berisi materi tentang pedoman gizi seimbang,
diversifikasi pangan, satuan penukar, contoh pembagian menu dalam sehari,
informasi nilai gizi setiap resepnya, dan khasiat berbagai bahan pangan lokal”,
ujar Indah selaku ketua program.
Masyarakat Giyanti sangat
antusias mengikuti “Blusukan Pangan” ini, terbukti dari kehadiran ibu - ibu yang
seringkali bertambah setiap pertemuannya. Di akhir program, dilakukan pembagian
dan simulasi penanaman bibit pangan lokal yang dibawakan oleh Prisca dari
jurusan pertanian. “Pembagian bibit pangan lokal ini kami harapkan dapat
memotivasi masyarakat untuk terus mempertahankan ketersediaan dan melestarikan
tanaman pangan lokal”, jelas Prisca setelah membagikan bibit pangan lokal ke
warga (20/5).
Penutupan program yang
diselenggarakan pada 12 Juni 2016 lalu dihadiri oleh kepala dan staf Desa
Giyanti, perwakilan (Badan Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan) BPPK Kecamatan Candimulyo, tokoh masyarakat,
dan tentunya para peserta Blusukan Pangan. Pak Khusen memberikan ungkapan luar
biasa dalam sambutannya, ia mengatakan “Walaupun kembang (bunga) krisan tidak ditumbuhkan
di Giyanti, semoga “Kembang Krisan” (buku) ini dapat tumbuh dan bermanfaat di
hati warga Giyanti, Aamin”. Selain itu, Pak Hafidz selaku perwakilan BPPK
menyatakan, “Kami sangat mengapresiasi kehadiran adik-adik mahasiswa IPB yang
memberikan ilmu dan melakukan kegiatan yang bermanfaat. Kegiatan seperti ini
perlu dilestarikan agar masyarakat kembali mencintai dan mengonsumsi pangan
lokal yang sudah lama ditinggalkan”.
Pada akhir program, diadakan
lomba memasak pangan lokal yang hasil kreasi masakannya dinilai oleh Bapak
Khusen, perwakilan BPPK, dan mahasiswa Tim “Blusukan Pangan”. Semua kreasi
masakan yang dihasilkan sangat enak, sehat, beragam, dan tentunya berbasis
bahan lokal. Masyarakat merasa senang dapat berpartisipasi mengikuti serangkaian
program dan menyesal karena program begitu cepat berakhir.
“Semoga program ‘Blusukan Pangan’
ini menuai keberkahan, bermanfaat, dan dapat diaplikasikan di berbagai wilayah dengan
menyesuaikan karakteristik masing-masing. Harapannya, ‘Blusukan Pangan’ dapat
diadopsi oleh berbagai pihak yang aktif berperan dalam menyukseskan program
diversifikasi pangan dalam upaya mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan.”,
harap Ibu Eny Palupi selaku dosen pendamping dari Gizi Masyarakat IPB (2/8).
-IWN & PYP
Tidak ada komentar: