kabarMagelang.com__Untuk biaya pemulihan pasca pandemic Covid-19, Pemda Magelang direkomendasikan melakukan pembiayaan kreatif. Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Magelang Saryan Adiyanto SE, dan Kapala Bappeda dan Litbangda Provinsi Jawa Tengah M Taufik Hidayat Yahya S.STP, MSi pada acara Konsultasi Publik Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Magelang tahun 2019-2024 dengan Bupati Magelang Zaenal Arifin SIP yang dilaksanakan secara daring baru-baru ini.
Ketua DPRD
Kabupaten Magelang Saryan Adiyanto menilai, melalui klasifikasi yang sudah
berjalan, nampak bahwa belanja operasi tetap dominan, dan dan diakui cenderung
meningkat. Namun total anggaran total yang besarnya Rp.2,45 trilyun (2022),
hanya meningkat 3 dan 5 persen.
“Aspek yag
didikritisi DPRD antara lain pendapatan asli daerah yang porsinya dibawah 20
persen. Postur anggaran seperti ini, belum mencerminkan upaya pemulihan (recovery) pasca pandemic covid 19.
Untuk itu merekomensikan pembiayaan kreatif (creative financing),” ujarnya.
Dia menegaskan
kebutuhan anggaran yang besar, adalah sesuai dengan teori anggaran kontra
siklus (counter-cyclical fiscal).
Arti kamus anggaran kontra siklus adalah arah kebijakan anggaran yang melawan
pengaruh siklus ekonomi.
“Misalnya,
ketika ekonomi melambat arah kebijakannya peningkatan pengeluaran pemerintah
dan/atau pemotongan pajak untuk membantu merangsang pemulihan ekonomi,” papar
Saryan.
Namun
demikian, berhubung untuk meningkatkan belanja pemerintah daerah, juga
terkendala pendapatan yang menurun, maka direkomendasikan pembiayaan kreatif,
yang terdiri dari obligasi daerah dan kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU).
“Payung
hukum untuk KPBU antara lain dilaksanakan banyak diklat. Jadi pada intinya,
secara regulasi KPBU ini aman,” ujarnya.
Dia juga menambahakan untuk pengadaan infrastruktur dasar dan mendesak, seperti rumh sakit, pasar dan prasaran pendidikan, jika melalui KPBU, maka pada tahun kedua pelayanan telah dapat dinikmati masyarakat. Sementara, dana pembangunan dapat diangsur dalam 10 atau 15 tahun. Bahkan, pada fasilitas rumah sakit atau pasar pada tahun ketiga sudah ada pemasukan yang dapat digunakan untuk angsuran.
“Bandingkan
jika pembangunan menunggu terkumpul dana/anggaran, melalui pembentukan dana
cadangan, dimana pembangunan dilaksakan
setelah 10 bahkan 15 tahun?,” paparnya.
Pembiayaan
kreatif sudah masuk dalam visi-misi Bupati/Wakil Bupati terpilih dan dijabarkan
kedalam RPJMD 2019-2024, serta disahkan menjadi Perda.
“Nah, ketika belum terlaksana kurangnya apa?. Apakah delivery system (birokrasi / aparatur pelaksana) yang tidak jalan?. Berjalan di tempat?. Atau berjalan kemana-mana?,” kata Saryan.
Sebelumnya disampaikan Kapala Bappeda dan Litbangda Provinsi Jawa Tengah M Taufik Hidayat Yahya S.STP, MSi Pembiayaan kreatif harus diterapkan karena ditengah bencana pandemic covid 19, pendapatan pemerintah daerah (PAD) sangat menurun. Pendapatan daerah berupa pajak dan retribusi sangat terkait dengan aktivitas social ekonomi masyarakat. Aktivitas social ekonomi sangat berkurang karena penerapan pembatasan social, untuk membatasi potensi penyebaran covid 19.
Pembatasan
sosial menekan sisi penawaran (supply)
karena aktivitas produksi terhenti dan sekaligus sisi permintaan (demand), karena pendapatan sebagai ‘imbal
jasa’ produksi nihil. Permintaan juga berkurang karena besarnya dana untuk
penangan korban dan dampak pandemi. Demikian disampaikan ketua DPRD Kab.
Magelang dan Bappeda Prov. Provinsi Jateng, pada Konsultasi Publik Perubahan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kab. Magelang tahun
2019-2024.
Konsultasi
public yang diselenggaran secara daring dan luring, dibuka Bupati Magelang
Zaenal Arifin SIP, dilanjutkan sambutan Ketua DPRD Saryan Adiyanto dan Kepala
Bappeda Prov. Jateng, kemudian paparan oleh Kapala Bappeda dan Litbangda M
Taufik Hidayat Yahya S.STP, MSi; dilengkapi dengan diskusi yang dipandu
Sekretris Derah Drs. Adi Wariyanto.
Ada empat
kondisi RPJMD mengapa perlu diubah,
yaitu: 1. Jika ada keperluan untuk penyelarasan dengan rencana jangka menengah
nasional (RPJMN) dan Prioritas Provinsi Jawa Tengah, 2. Hasil evaluasi pelaksanaan RPJMD, 3. Dinamika peraturan perundangan yang mempengaruhi substansi RPJMD dan dokumen perencanaan lainnya, 4. Kondisi lingkungan
strategis khususnya dampak pandemi covid
19.
Kondisi 3
dan 4, sangat kuat mendorong perubahan RPJMD. Termasuk dalam kondisi 3 adalah
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dari PP 58 tahun
2005 menjadi PP 12/2019.
Dari
kulitnya, ada perubahan pada klasifikasi belanja daerah. Sebelumnya terdiri dua
kelas: belanja langsung dan tidak langsung, diubah menjadi empat kelas: belanja
operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, belanja transfer. Primadona
anggaran pasca reformasi: belanja hibah dan bansos, dimasukkan dalam kelas
belanja operasi.
Terhitung
sejak orde baru, telah terjadi tiga kali perubahan kelas. Jaman orde baru ada
dua kelas, yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Maksud klasifikasi
adalah agar dijadikan pedoman dalam memantau keseimbangan antara dana birokrasi dengan dana untuk pembangunan
atau untuk kepentingan masyarakat. Secara normative anggaran dinilai baik, jika
anggaran pembangunan lebih besar.
Namun,
perlu pencermatan bahwa dalam belanja pegawai (belanja operasi) terkandung
belanja jasa, yaitu gaji tenaga pendidik (guru) dana tenaga kesehatan (dokter,
bidan, perawat) yang menurut Bank Dunia termasuk dalam klasifikasi investasi
atau pembentukan modal (human capital
investment). (Kbm2).
Tidak ada komentar: