Header ads

Header ads
Kembangkan Bisnis Kamu dengan Iklan di Kabar Magelang
» » Borobdur Student Festival, Ganjar Pranowo : Festival Jangan Kebanyakan Sambutan

BOROBUDUR, kabarMagelang.com__Sebanyak 101 sekolah dari sepuluh provinsi di Indonesia ikuti Borobudur Student Festival (BSF) 2022, di Borobudur Senin, (27/6/2022). BSF ini diselenggarakan untuk mengapresiasi proses sekaligus karya siswa dan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran kontekstual berbasis proyek. 

Proses dan hasil dari program pembelajaran kontekstual inilah yang difestivalkan di BSF. Selain itu ada peluncuran buku berjudul 'Praktik Baik Pendidikan Kontekstual' yang ditulis oleh siswa dan guru. Ada pula sesi berbagi pengalaman lewat semiloka dan simposium, pameran arsip proses penciptaan karya siswa, serta apresiasi seni yang melibatkan seniman dan masyarakat sebagai kolaborator.

Tujuannya BSF untuk memberikan ruang kepada siswa dan guru untuk menyampaikan pengalaman melalui karya. Selain itu, juga menyebarluaskan gagasan praktik dalam mengembangkan karakter siswa dengan pendekatan seni budaya.

BSF diawali dengan karnaval dari pelataran Candi Borobudur menuju SD Kanisius Wanurejo. Kegiatan ini mulai dibuka Senin (27/6) hingga Sabtu (2/7) pada 09.00-16.00. 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi kegiatan ini. Terlebih, semua siswa perwakilan dari sekolah memakai pakaian adat masing-masing. Dia mengutip pernyataan dari Bung Karno, bahwa bangsa Indonesia memiliki kepribadian dalam kebudayaan. 

Menurutnya, hal itulah yang bisa meng-Indonesiakan bangsa. Bertemu serta bergaul dengan berbagai suku dan budayanya. Dia juga mendorong agar kegiatan ini terus dilaksanakan. Saat membuka acara, Ganjar berdialog dengan perwakilan siswa dari beberapa provinsi.Bahkan, dia sempat ikut menari Maumere bersama para siswa.

"Festival budaya itu jangan kebanyakan sambutan, tapi perbanyak pertunjukkan. Kayak rapat di kecamatan saja," kelarnya saat membuka acara dan disambut riuh tepuk tangan, Senin (27/6)

Dia mengaku, cukup surprise dengan kehadiran perwakilan siswa dari Papua, NTT, Ambon, hingga Aceh. Menurutnya, kegiatan ini luar biasa. Ditambah dengan kehadiran mereka yang membawa masing-masing kesenian dan budaya daerahnya. Termasuk karya-karya yang inovatif sesuai dengan kapasitas para siswa. 

Ganjar mencontohkan salah satu karya siswa berupa arang yang diolah menjadi masker untuk perawatan wajah. Begitu pula dengan keramik. Karya-karya siswa itu merupakan wujud bahwa mereka mempunyai kemerdekaan dalam belajar. 

Dia menilai, improvisasi ini cukup bagus dan harus dikembangkan. Guru-guru juga harus bisa memfasilitasi kemampuan siswanya.

"Saya membayangkan kalau student festival ini kemudian bisa bergilir ke banyak tempat di Indonesia, maka mereka akan piknik dan pikniknya jauh," ujarnya. 

Dengan demikian, literasi mereka akan semakin banyak. Begitupula dengan relasi antarsuku, agama, seni budaya, serta kuliner yang berbeda.

“Hal itu mampu mengubah paradigma pendidikan menjadi lebih menyenangkan dan para siswa merasa Indonesia sangat kaya akan perbedaan,” tandasnya. 

Fasilitator Presisi Karunianingtyas Rejeki menjelaskan, BSF ini merupakan program tahunan perkumpulan pergerakan pendidikan nusantara (Perdikan) yang bekerja sama dengan program presisi dan didukung oleh Direktorat PPK

“Ditjen Kebudayaan. BSF juga sebagai satu program penguatan karakter siswa mandiri melalui seni budaya,” ujarnya. 

“Kegiatan ini menerapkan model pembelajaran kontekstual berbasis proyek. Yang diawali dengan diskusi hingga melahirkan sebuah gagasan bagaimana mengangkat pengalaman untuk masuk dalam sistem pendidikan di sekolah-sekolah,” tambahnya.

Sementara Konseptor BSF Soesilo Adinegoro mengatakan, praktik pembelajaran kontekstual berbasis proyek sudah berlangsung pada 2021 lewat program Presisi. Yang melibatkan guru dan siswa dari 101 sekolah dari 10 provinsi di Indonesia. Diantaranya Aceh, Karang Anyar, Magelang, Maumere, Bogor, Ambon, Makassar, Kutai Kartanegara, Klaten, Benoa, Ternate, dan Jayapura dengan 1.685 ide karya. 

“Selama satu tahun, mereka bersama-sama menghidupi proses belajar yang melibatkan cipta, karsa, dan rasa sesuai paradigma pendidikan yang ada. Siswa hanya memberikan paparan dari proses pembelajarannya. Tahun ini, BSF mengajak para seniman merespons riset yang dilakukan oleh siswa,” jelasnya. 

Soesilo menuturkan, pengetahuan yang diperoleh para siswa, kemudian dipublikasikan kepada publik. Pesan-pesan yang terkandung di dalamnya disampaikan secara artistik.

“Bentuknya pun bermacam-macam. Seperti seni tari hingga Lukis,” katanya. 

Dia menyebut, kata Borobudur yang ada pada penamaan BSF bukan hanya sekadar tempelan. Pasalnya, mereka ingin mewujudkan pengetahuan yang ada, baik tersirat maupun tersurat pada Candi Borobudur lewat relief itu.

"Candi Bobudur bukan benda mati, sejatinya adalah pengetahuan dan kebajikan," paparnya. 

Selain itu, ketika berbicara soal Borobudur, bukan hanya candinya saja, melainkan kawasan di sekitarnya. Baik ekologi maupun ecoculture yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, dia berharap, melalui kegiatan ini, bukan hanya menjadi penguatan, tapi juga perluasan nilai-nilai itu kepada publik. (Kbm2).

 

 

About kabarmagelang.com

Info terupdate seputar Kabar Magelang. Lejitkan dan Kembangan usaha Anda di Kabar Magelang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply